Anak Betung: Analisis
selamat datang diblog anak betung

Rabu, 03 Mei 2017

Analisis




ANALISIS PROKSIMAT

ANALISIS PROKSIMAT
Analisis proksimat adalah suatu metoda analisis kimia untuk mengidentifikasi kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan serat pada suatu zat makanan dari bahan pakan atau pangan. Analisis proksimat memiliki manfaat sebagai penilaian kualitas pakan atau bahan pangan terutama pada standar zat makanan yang seharusnya terkandung di dalamnya.
Analisa kadar abu bertujuan untuk memisahkan bahan organik dan bahan anorganik suatu bahan pakan. Kandungan abu suatu bahan pakan menggambarkan kandungan mineral pada bahan tersebut.Kandungan bahan organik suatu pakan terdiri protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen
Tujuan Praktik analisa proksimat
Dalam melakukan praktikum ini kami memiliki beberapa tujuan yaitu :
• Praktikum ini memiliki tujuan untuk mengeahui kandungan zat makanan dari bahan pakan yang akan diuji .
• Praktikum bertujuan untuk meningkatkan kemampuan praktikan dalam menganalisis proksimat baik meliputi pengetahuan dasar dan aplikasinya.

SEJARAH
1. Metode analisa proksimat pertama kali dikembangkan oleh Henneberg dan Stohman pada tahun 1860 di sebuah laboratorium penelitian di Weende, Jerman (Hartadi et al., 1997).
2. McDonald et al. (1995) menjelaskan bahwa analisa proksimat dibagi menjadi enam fraksi nutrien yaitu kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). 
 3. Menurut Cherney (2000) abu terdiri dari mineral yang larut dalam detergen dan mineral yang tidak larut dalam detergen. Kadar protein pada analisa proksimat bahan pakan pada umunya mengacu pada istilah protein kasar.
4. Cherney (2000) melaporkan bahwa lemak kasar terdiri dari lemak dan pigmen. Zat-zat nutrien yang bersifat larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E dan K diduga terhitung sebagai lemak Pigmen yang sering terekstrak pada analisa lemak kasar seperti klorofil atau xanthophil. Analisa lemak kasar pada umumnyaBahan Makanan,Air,Bahan Kering,Abu,Bahan Organik,Protein Kasar Bahan Organik Tanpa Nitrogen,Lemak Kasar,Karbohidrat,Serat Kasar Bahan Ekstrak,Tanpa Ntirogen.

MELAKUKAN ANALISIS PROKSIMAT
Kompetensi ini mencakup kemampuan melakukan pengujian / prosedur secara analisis proksimat yang diperlukan untuk menganalisisi berbagai mutu bahan/produk pangan. Analisis Proksimat meliputi  :
1.  Air
Air adalah pelarut yang baik dan sering disebut Sebagai pelarut universal. Zat yang larut dalam air, misalnya, garam, gula, asam, alkali, dan beberapa gas - terutama oksigen, karbon dioksida (karbonasi) dikenal sebagai hidrofilik (air-mencintai) zat, sementara mereka yang tidak bercampur dengan baik dengan air (misalnya , lemak dan minyak), dikenal sebagai hidrofobik (takut air) zat.
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Bahkan dalam bahan makan yang kering sekalipun, seperti buah kering, tepung, serta biji-bijian, terkandung air dalam jumlah tertentu.
Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah beberda-beda baik itu dalam makanan hewani maupun nabati bahan pangan baik yang berupa buah sayur, maupun susu telah banyak berjasa dalam memenuhi kebutuhan manusia.
Penentuan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini tergantung pda sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105-110 oC selama 3 jam atau sampai di dapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang di uapkan. Untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, seperti bahan berkadar gula tinggi, minyak, daging, kecap, dan lain-lain pemanasan dilakukan oven vakum dengan suhu yang lebih rendah. Kadang-kadang pengeringan dalam tanpa pemanasan , bahan dimasukan ke dalam eksikator dengan H2SOpekat sebagai pengering, hingga di dapat berat yang konstan.
Penentuan kadar air dari bahan-bahan yang kadar airnya tinggi dan mengandung senyawa-senyawa yang mudah menguap seperti sayuran dan susu, menggunakan cara destilasi dalam pelarut tertentu, misalnya toluene, xilol, dan heptana yang berat jenisnya lebih rendah dari pada air.
Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari bahan pangan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan maupun pendistribusian mendapat penangananyang tepat. Penentuan kadar air dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa metode.
a. Metode Pengeringan / oven (thermogravimetri)
1) Metode Oven
          Metode ini digunakan untuk semua bahan pangan kecuali produk yang mengandung komponen senyawa “volatil” atau bahan yang mudah menguap pada pemanasan 1000C. Prinsip metode ini mengeringkan sampel dalam oven 100-1050C sampai bobot konstan dan selisih bobot awal dan akhir dihitung sebagai kadar air.
2) Metode Oven-Vakum
          Metode ini digunakan untuk bahan yang mengandung komponen yang dapat terkomposisi pada suhu 1000C, atau relatif banyak mengandung senyawa volatil. Prinsip metode ini mengeringkan produk yang mudah terkomposisi pada 1000C didalam suatu tempat yang dapat dikurangi tekanan udaranya atau divakumkan. Proses berlangsung pada suhu dan tekanan rendah.
b. Metode Destilasi (Thermovolumetri)
          Metode destilasi digunakan untuk bahan yang banyak mengandung lemak dan komponen mudah menguap disamping air.Prinsipnya menguapkan air bahan dengan cara destilasi menggunakan pelarut “immytible”, kemudian air ditampung didalam tabung yang diketahui volumenya. Pelarut yang digunakan mempunyai titik didih lebih besar dari air tetapi mempunyai berat jenis (BJ) lebih kecil dari air. Contoh senyawa yang dapat dijadikan pelarut yaitu : Toluen, Xylen, dan benzen.
c. Metode Kimiawi
1) Metode Karl Fischer
          Metode ini dapat digunakan untuk pengukuran kadar air  pada bahan berupa cairan, tepung, madu, dan beberapa produk kering. Metode ini menggunakan reagen Karl Fischer yang terdiri dari SO2, piridin, dan iodin. Prinsip  melakukan titrasi sampel dengan larutan iodin dalam metanol dan piridin. Jika masih ada air didalam bahan maka Iodin akan bereaksi, tetapi bila air habis maka iodin
akan bebas.
2) Metode Kalsium Karbida
          Metode ini berdasarkan atas reaksi antara kalsium karbida dengan air menghasilkan gas asetilin. Jumlah asetilin yang terbentuk dapat diukur dengan beberapa cara, antara lain :
a) Selisih bobot campuran bahan sebelum dan sesudah reaksi.
b) Menampung dan mengukur volume gas asetili dalam tabung tertutup.
c) Mengukur tekanan gas asetilin jika reaksi dilakukan pada ruang tertutup.
3). Metode Asetil Klorida
          Metode ini digunakan untuk bahan-bahan yang berupa minyak, mentega, margarin, rempah-rempah, dan beberapa bahan berkadar air rendah. Metode ini berdasarkan atas reaksi antara asetil klorida dengan air menghasilkan asam yang akan dititrasi dengan basa.
2 Abu
Pengertian :
1.  Abu adalah sisa yang tinggal setelah suatu barang mengalami pembakaran lengkap.
2.  Pengertian Abu Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu.
3.  Abu adalah material padat yang tersisa setelah pembakaran oleh api.
Jenis-jenis abu terdiri dari:
·                     Abu (analisis kimia), campuran yang tersisa setelah sampel percobaan dibakar
·                     Abu ringan dan abu padat sisa pembakaran batu bara atauinsinerasi
·                     Abu vulkanik, yaitu material yang dikeluarkan oleh gunung berapi
·                     Abu kayu, hasil dari pembakaran kayu
·                     Abu gosok, limbah pembakaran atau abu dari tumbuhan
Abu adalah salah satu komponen dalam analisis proksimat darimaterial biologis, yaitu bagian yang menjadi penjumlah utama dalam persentase hasil analisis. Misalnya, abu dalam madu adalah sebesar 0,17%. Dalam hal ini, abu yang dihasilkan termasuk semua mineral yang terkandung dalam madu. Abu umumnya terdiri dari garam-garaman, material anorganik (misal garam-garaman yang mengandung ion Na+, K+, dsb). Terkadang juga mengandung mineral unik tertentu, misalnya klorofil dan hemoglobin.
Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air, sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsure mineral juga dikenal sebagai zat organic atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organic terbakar tetapi zat organiknya tidak, karena itulah disebut abu. Abu adalah unsur-unsur mineral zat organic, merupakan sisa yang tertinggal setelah sample dibakar sampai bebas karbon dan air. Dalam pengabuan, unsure-unsur ini membentu oksida-oksida atau beganbung dengan radikal-radikal negative seperti fosfat, sulfat, nitrat, atau klorida.
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Unsur juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat menunjukan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan-bahan organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu. Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan. Penggilingan gandum, misalnya, apabila masih banyak lembaga dan endosperm maka kadar abu yang dihasilkannya tinggi. Banyaknya lembaga dan endosperm pada gandum menandakan proses pengolahan kurang baik karena masih banyak mengandung bahan pengotor yang menyebabkan hasil analisis kadar abu menjadi tidak murni. Kandungan abu juga dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan dan keaslian bahan yang digunakan. Kadar abu sebagai parameter nilai gizi, contohnya pada analisis kadar abu tidak larut asam yang cukup tinggi menunjukan adanya kontaminan atau bahan pengotor pada makanan tersebut. Penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengabuan cara langsung (cara kering) dan pengabuan cara tidak langsung (cara basah).
a. Penentuan kadar abu secara langsung
          Prinsip pengabuan cara langsung yaitu semua zat organik dioksidasi pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500-600oC, kemudian zat yang tertinggal setelah proses pembakaran ditimbang. Mekanisme pengabuan cara langsung yaitu cawan porselen dioven terlebih dahulu selama 1 jam kemudian diangkat dan didinginkan selama 30 menit dalam desikator. Cawan kosong ditimbang sebagai berat a gram. Setelah itu, bahan uji dimasukan sebanyak 5 gram ke dalam cawan, ditimbang dan dicatat sebagai berat b gram. Pengabuan dilakukan dalam 2 tahap, yaitu pemanasan pada suhu 300oC agar kandungan bahan volatil dan lemak terlindungi hingga kandungan asam hilang. Pemanasan dilakukan hingga asam habis. Selanjutnya, pemanasan pada suhu bertahap hingga 600oC agar perubahan suhu secara tiba-tiba tidak menyebabkan cawan menjadi pecah.
b. Penentuan kadar abu secara tidak langsung
Prinsip pengabuan cara tidak langsung yaitu bahan ditambahkan reagen kimia tertentu sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alkohol atau pasir bebas anorganik yang selanjutnya dipanaskan dalam suhu tinggi. Pemanasan menyebabkan gliserol alkohol membentuk kerak sehingga menyebabkan terjadinya porositas bahan menjadi besar dan memperbesar oksidasi. Pemanasan pada pasir bebas dapat membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan memperbesar porositas sehingga proses pengabuan semakin cepat.
            Mekanisme pengabuan cara tidak langsung yaitu cawan porselen dioven terlebih dahulu selama 1 jam kemudian diangkat dan didinginkan selama 30 menit dalam desikator. Cawan kosong ditimbang sebagai berat a gram. Setelah itu, bahan uji dimasukan sebanyak 5 gram ke dalam cawan, ditimbang dan dicatat sebagai berat b gram. Gliserol alkohol ditambahkan dalam cawan sebanyak 5 ml dan dimasukan dalam tanur pengabuan hingga putih keabu-abuan. Abu yang terbentuk dibiarkan dalam muffle selama 1 hari. Cawan porselen dioven terlebih dahulu untuk mengeringkan air yang mungkin terserap saat disimpan dalam muffle lalu dimasukan ke desikator. Penimbangan cawan setelah pengabuan dicatat sebagi berat c gram.  Suhu yang tinggi menyebabkan elemen abu yang volatil, seperti Na, S, Cl, K dan P menguap. Pengabuan juga menyebabkan dekomposisi tertentu, seperti K2CO3 dan CaCO3. Pengeringan dengan metode ini bertujuan mendapatkan berat konstan
3. Protein
Istilah protein berasal dari bahasa yunani proteos , yang berarti yang utama atau yang didahulukan. Kata ini di perkenal kan oleh ahli kimia belanda, gerardus mulder (1802-1880).
Jenis protein
a)      Berdasarkan Komponen.
o   Protein Bersahaja (Merupakan campuran yang terdiri atas asam amino).
o   Protein Kompleks (Selain terdiri atas asam amino juga terdapat komponen lain sepertiunsur logam, gugus posfat, dll).
o   Protein Derivat (Merupakan ikatan antara intermediet produk sebagai hasil hidrolisaparsial dari protein native).
b)      Berdasarkan Sumber
o  Protein Hewani (Berasal dari binatang, contoh : daging, susu, dll).
o  Protein Nabati (Berasal dari tumbuhan, contoh : jagung, kedelai, dll).
c)      Berdasarkan Fungsi Fisiologinya
o  Protein sempurna (Bila protein ini sanggup mendukung pertumbuhan badan danpemeliharaan jaringan; Protein yang mengandung asam-asam amino esensiallengkap,baik macam maupun jumlahnya. Contohnya kasein pada susu dan albuminpada putih telur. Pada umumnya protein hewani adalah protein sempurna).
o  Protein setengah sempurna (Bila protein ini sanggup mendukung pemeliharaan jaringan, tetapi tidak sanggup mendukung pertumbuhan badan; Protein yangmengandung asam amino esensial lengkap, tetapi beberapa diantaranya jumlahnyasedikit. Protein ini tidak dapat mencukupi untuk kebutuhan pertumbuhan, tetapihanya dapat mempertahankan kehidupan jaringanyang sudah ada. Contohnya proteinlegumin pada kacang-kacangan dan gliadin pada gandum).

Macam-Macam Analisa protein 

1.      Metode Kjeldahl
Analisis protein dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode kuantitatif dan kualitatif. Kadar protein yang ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl  disebut sebagai kadar protein kasar (crude protein) karena terikut senyawaan N bukan protein.
Prinsip kerja dari metode Kjeldahl adalah protein dan komponen organic dalam sampel didestruksi dengan menggunakan asam sulfat dan katalis. Hasil destruksi dinetralkan dengan menggunakan larutan alkali dan melalui destilasi. Destilat ditampung dalam larutan asam borat. Selanjutnya ion- ion borat yang terbentuk dititrasi dengan menggunakan larutan HCl.
Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi. Metode ini telah banyak mengalami modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang pendek.
Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Untuk beras, kedelai, dan gandum angka konversi berturut-turut sebagai berikut: 5,95, 5,71, dan 5,83. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16% nitrogen. Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut: mula-mula bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn. Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator. Cara Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro dan semimakro. Cara makro Kjeldahl digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan besar contoh 1-3 g, sedang semimikro Kjeldahl dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg dari bahan yang homogen. Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah yang besar. Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa purina, pirimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini kini masih digunakan dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan.
Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.
1. Tahap destruksi
Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titk didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya.
2. Tahap destilasi
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar supaya selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam khlorida atau asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP.
3. Tahap titrasi
Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP.
%N = × N. NaOH × 14,008 × 100%
Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam khlorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda.
%N = × N.HCl × 14,008 × 100 %
Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan.
2.     Metode Lowry
 beberapa metode yang biasa digunakan dalam rangka penentuan konsentrasi preotein, yaitu metode Biuret, Lowry, dan lain sebagainya.  Masing-masing metode mempunyai kekurangan dan kelebihan.  Pemilihan metode yang terbaik dan tepat untuk suatu pengukuran bergantung pada beberapa faktor seperti misalnya, banyaknya material atau sampel yang tersedia, waktu yang tersedia untuk melakukan pengukuran, alat spektrofotometri yang tersedia (VIS atau UV).
Reagen pendeteksi gugus-gugus fenolik seperti reagen folin dan ciocalteu telah digunakan dalam penentuan konsentrasi protein oleh Lowry (1951) yang kemudian dikenal dengan metode Lowry. Dalam bentuk yang paling sederhana reagen folin ciocalteu apat mendeteksi residu tirosin (dalam protein) karena kandungan fenolik dalam residu tersebut mampu mereduksi fosfotungsat dan fosfomolibdat, yang merupakan konstituen utama reagen folin ciocalteu, menjadi tungsten dan molibdenum yang berwarna biru.  Hasil reduksi ini menunjukkan puncak absorbsi yang lebar pada daerah merah. Sensitifitas dari metode folin ciocalteu ini mengalami perbaikan yang cukup signifikan apabila digabung dengan ion-ion Cu.
Larutan Lowry ada dua macam yaitu larutan A yang terdiri dari fosfotungstat-fosfomolibdad (1:1) dan larutan Lowry B yang terdiri dari Na-carbonat 2% dalam NaOH 0,1 N, kupri sulfat dan Na-K-tartat 2%.  Cara penentuannya seperti berikut: 1 ml larutan protein ditambah 5 ml Lowry B, digojong dan dibiarkan selama 10 menit.  Kemudian ditambah 0,5 ml Lowry A digojong dan dibiarkan 20 menit.  Selanjutnya diamati OD-nya.
Dalam metode ini terlibat 2 reaksi.  Awalnya, kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk sebagaimana metode biuret, yang dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I). Ion Cu+ kemudian akan mereduksi reagen Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat phosphotungstat (phosphomolybdotungstate), menghasilkan heteropoly molybdenum blue akibat reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis Cu, yang memberikan warna biru intensif yang dapat dideteksi secara kolorimetri.
Metode Lowry mengkombinasikan pereaksi biuret dengan pereaksi lain (Folin-Ciocalteauphenol) yang bereaksi dengan residu tyrosine dan tryptophan dalam protein. Reaksi ini menghasilkan warna kebiruan yang bisa dibaca di antara 500 – 750 nm, tergantung sensitivitas yang dibutuhkan.  Akan muncul puncak kecil di sekitar 500 nm yang dapat digunakan untuk menentukan protein dengan konsentrasi tinggi dan sebuah puncak besar disekitar 750 nm yang dapat digunakan untuk menentukan kadar protein dengan konsentrasi rendah.
Berawal dari pemanfaatan alat spektrofotometer yaitu untuk mengukur jumlah penyerapan zat suatu senyawa.  Penyerapan cahaya pada senyawa larutan tersebut, dalam spektrofotometri dapat digunakan sebagai dasar atau pedoman dalam penentuan konsentrasi larutan atau senyawa secara kuantitatif.  Dalam pratikum ini penggunaan KMnO4 bertujuan untuk memudahkan dalam pengenalan dan latihan awal spektrofotometri.  Kekuatan warna biru terutama bergantung pada kandungan residu tryptophan dan tyrosine-nya.  Keuntungan metode Lowry adalah lebih sensitif (100 kali) daripada metode Biuret
Beberapa zat yang bisa mengganggu penetapan kadar protein dengan metode Lowry ini, diantaranya buffer, asam nuklet, gula atau karbohidrat, deterjen, gliserol, Tricine, EDTA, Tris, senyawa-senyawa kalium, sulfhidril, disulfida, fenolat, asam urat, guanin, xanthine, magnesium, dan kalsium. Interferensi agen-agen ini dapat diminimalkan dengan menghilangkan interferens tersebut. Sangat dianjurkan untuk menggunakan blanko untuk mengkoreksi absorbansi. Interferensi yang disebabkan oleh deterjen, sukrosa dan EDTA dapat dieliminasi dengan penambahan SDS atau melakukan preparasi sampel dengan pengendapan protein.
4.  Lemak
Lemak (fat) adalah ester gliseril yang banyak mengandung komponen asam jenuh, pada suhu kamar lemak berbentuk padat dan lemak yang berbentuk cair pada suhu disebut minyak dengan komponen utamanya adalah asam lemak tak jenuh. Lemak dan minyak dalam keadaan murni tidak berwarna,. Berbau, berasa. Warna, bau, rasa yang khas pada minyak umumnya disebabkan oleh senyawa organic lain yang terdapat dalam bahan murni. Warna kuning pada metega disebabkan oleh adanya Î²-karoten(pigmen kuning yang juga terdapat pada wortel dan bunga purbanegara dan marigold). Rasa mentega berasal senyawa 3-hidroksi, 2-butanon, dan diasetil, kedua senyawa ini dihasilkan selama krim mengalami pematangan. Gliserida dalam larutan alkali mengalami hidrolisis dan menghasilkan gliserol dan garam logam alkali dari asam lemaknya. Garam ini disebut sabun, proses hidrolisisnya disebut penyabunan (saponifikasi). Reaksi penyabunan dapat digunakan untuk memberikan informasi tentang struktur gliserida. Hal ini biasa dilakukan dilaboratorium untuk mengetahui untuk mengetahui bilangan penyabunan saponification value), yakni mg KOH yang dibutuhkan dalam penyabunan 1 gram gliserida. Ketidak jenuhan lemak atau minyak dapat dijenuhkan dengan penambahan hydrogen dengan bantuan katalis (hidrogenasi). Jadi minyak atau lemak yang bertitik leleh rendah dapat diubah menjadi lemak bertitik cair tinggi. Lemak ini bila dicampur dengan susu skim (susu tanpa krim), diperkaya dengan vitamin A dan diberi warna buatan, dikenal dengan mentega. Apabila lemak dan minyak yang dimakan kena panas, udara, dan cahaya akan mengalami hidrolisis dan pemecahan. Asam lemak yang berbobot molekul rendah yang dihasilkan menyebabkan bau yang merangsang, keadaan ini dikenal sebagai ketengikan. Ketengikan oksidatif ini dapat dihambat oleh anti-oksigen, misalnya 3-1-butil -4-hidroksianisol (BHA).
            Lemak adalah sekelompok ikatan organik yang terdiri atas unsurunsurCarbon (C), Hidrogen (H), Oksigen(O) yang mempunyai sifat dapatlarut dalam zat-zat pelarut tertentu (zat pelarut lemak). 

Macam-Macam Analisa Lemak

1.     Metode Soxhlet
Analisis kadar lemak dilakukan untuk mengetahui kandungan lemak dari masing-masing sampel. Analisis kadar lemak dengan metode soxhlet menggunakan alat ekstraksi yang terdiri atas kondensor dan pemanas listrik untuk mengekstrak kandungan lemak yang terdapat dalam bahan. Untuk sampel dilakukan metode hidrolisis karena mengandung kadar air yang besar. Hidrolisis ini bertujuan mempermudah mengekstrak lemak yang terikat dalam matriks-matriks sampel. Sampel yang telah dihaluskan, ditimbang sebanyak 1-2 g, dimasukkan ke dalam selongsong kertas yang dialasi dengan kapas. Selongsong kertas yang berisi contoh tersebut disumbat dengan kapas pada kedua ujungnya. Sebelum disuling, selongsong tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80°C selama kurang lebih 1 jam. Setelah dioven, sampel tersebut dimasukkan ke dalam alat penyulingan soxhlet yang telah dirangkai dengan labu lemak berisi labu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Sampel tersebut diekstrak dengan pelarut heksan selama kurang lebih 6 jam. Setelah selesai di suling selama 6 jam, heksan disulingkan dan ekstrak lemak dikeringkan di dalam oven pengering pada suhu 105°C. Selesai di oven, ekstrak tersebut didinginkan di dalam desikator dan ditimbang bobotnya. Pengeringan ini diulangi terus hingga tercapai bobot yang relatif tetap. Pengukuran kadar lemak dilakukan dengan tiga ulangan.
Kadar lemak dapat dihitung dengan persamaan berikut Kadar lemak (% bb) = (W1-W2)/W0 x 100 Kadar lemak (% bk) = (kadar lemak (bb))/((100-kadar air (bb))) x 100 dimana: W0 = Bobot contoh dalam gram (g) W1 = Bobot labu + lemak hasil ekstraksi (g) W2 = Bobot labu lemak kosong (g) Metode Soxhlet termasuk jenis ekstraksi menggunakan pelarut semikontinu. Ekstraksi dengan pelarut semikontinu memenuhi ruang ekstraksi selama 5 sampai dengan 10 menit dan secara menyeluruh memenuhi sampel. Kemudian kembali ke tabung pendidihan. Kandungan lemak diukur melalui berat yang hilang dari contoh atau berat lemak yang dipindahkan. Metode ini menggunakan efek perendaman contoh dan tidak menyebablan penyaluran (Nielsen, 1998).
2.  Metode Babcock
Bahan yang berbentuk cair, penentuan lemaknya dapat menggunakan botol Babcock. Penentuan lemak dengan Babcock sangatlah sederhana. Sampel yang telah ditimbang dengan teliti dimasukan kedalam botol Babcock. Pada lehernya telah dilengkapi dengan skala ukuran volume. Sampel yang dianalisa ditambah asam sulfat pekat untuk merusak emulsi lemak sehingga lemak akan terkumpul menjadi satu pada bagian atas cairan. Pemisahan lemak dari cairannya dapat lebih sempurna bila dilakukan sentrifugasi. Rusaknya emulsi lemak dikarenakan asam sulfat dapat merusak lapisan film yang menyelimuti globula lemak yang biasanya terdiri dari senyawa protein. Dengan rusaknya protein (denaturasi ataupun koagulasi) maka nenubgkinkan globula lemak yang satu akan bergabung dengan golula lemak yang lain dan akhirnya menjadi kumpulan lemak yang lebih besar dan akan mengapung di atas cairan. Setelah disentrifugasi lemak akan semakin jelas terpisah dengan cairannya dan agar dapat dibaca banyaknya lemak kedalam botol ditambahkan akuades panas sampai lemak atau minyak tepat pada tanda skala bagian atas (Sudarmadji, 1996).
3.  Metode Goldfish
Metode Goldfish adalah ekstraksi dengan alat Goldfish sangat praktis. Bahan sampel yang telah dihaluskan dimasukan kedalam thimbel dan dipasang dalam tabung penyangga yang pada bagian bawahnya berlubang. Bahan pelarut yang digunakan ditempatkan dalam bekerglas di bawah tabung penyangga. Bila bekerglas dipanaskanuap pelarut akan naik dan didinginkan oleh kondensor sehingga akan mengembun dan menetes pada sampel demikian terus menerus sehingga bahan akan dibasahi oleh pelarut dan akan terekstraksi, selanjutnya akan tertampung ke dalam bekerglas kembali. Setelah ekstraksi selesai, sampel berikut penyangganya diambil dan diganti dengan bekerglas yang ukurannya sama dengan tabung penyangga. Pemanas dihidupkan kembali sehingga pelarut akan diuapkan lagi dan diembunkan serta tertampung ke dalam bekerglas yang terpasang di bawah kondensor, dengan demikian pelarut yang tertampung dapat dimanfaatkan untuk ekstraksi yang lain (Sudarmadji, 1996).
5.  Karbohidrat
Karbohidrat adalah senyawa organik terdiri dari unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. contoh; glukosa C6H12O6, sukrosa C12H22O11, sellulosa (C6H10O5)n. Rumus umum karbohidrat Cn(H2O)m. Karena komposisi yang demikian, senyawa ini pernah disangka sebagai hidrat karbon, tetapi sejak 1880, senyawa tersebut bukan hidrat dari karbon. Nama lain dari karbohidrat adalah sakarida, berasal dari bahasa Arab "sakkar" artinya gula. Karbohidrat sederhana mempunyai rasa manis sehingga dikaitkan dengan gula. Melihat struktur molekulnya, karbohidrat lebih tepat didefinisikan sebagai suatu polihidroksialdehidatau polihidroksiketon. Contoh glukosa; adalah suatu polihidroksi aldehid karena mempunyai satu gugus aldehid da 5 gugus hidroksil (OH).
Karbohidrat terbagi menjadi 3 kelompok;
1.     monosakarida,  terdiri atas 3-6 atom C dan zat ini tidak dapat lagi dihidrolisis oleh larutan asam dalam air menjadi karbohidrat yg lebih sederhana.
2.     disakarida,  senyawanya terbentuk dari 2 molekul monosakarida yg sejenis atau tidak. Disakarida dpt dihidrolisis oleh larutan asam dalam air sehingga terurai menjadi 2 molekul monosakarida.
3.     polisakarida,  senyawa yg terdiri dari gabungan molekul2 monosakarida yg banyak jumlahnya, senyawa ini bisa dihidrolisis menjadi banyak molekul monosakarida.
METEDEOLOGI PENELITIAN
1.        Analisis kadar Air dengan metode oven
Prinsip : 
Kehilangan bobot pada pemanasan 105°C dianggap sebagai kadar Air yang terdapat pada sampel.
Tujuan  :
Untuk mengetahui kadar air yang terkandung dalam sampel .
Alat & Bahan
Neraca analitik, Botol timbang, Spatula,Oven,DesikatorSampel sosis daging
Cara Kerja :
1.  Panaskan botol timbang dalam oven pada suhu 105°C selama 1 jam
2.  Dinginkan dalam desikator selama ½ jam
3.  Timbang dan catat bobotnya
4.  Ulangi sampai diperoleh bobot konstan
5.  Timbang sampel sosis daging sebanyak 1 – 2 gram pada botol timbang yang telah didapat bobot konstannya
6.  Panaskan dalam oven pada suhu 105°C selama 3 jam
7.  Dinginkan dalam desikator selama ½ jam
8.  Timbang botol timbang yang berisi contoh tersebut
9.  Ulangi pemanasan dan penimbangan hingga diperoleh bobot konstan
Perhitungan:
2.       Penentuan kadar Abu
Prinsip :
Pada proses pengabuan zat-zat organic diuraikan menjadi air dan CO2tetapi bahan anorganic tidak dapat di uraikan.
Tujuan  :
Untuk mengetahui kadar abu yang terkandung dalam sampel .
Alat & Bahan
Neraca Analitik , awan porselen, Spatula, Kawat kasa, Kaki tiga, Lampu spiritus,Muffle/tanur,EksikatorSampel sosis daging
Cara  Kerja :
1.  Timbang  dengan teliti 2 -3 gram sampel kedalam sebuah cawan porselen atau (platina) yang telah diketahui bobotnya. (Untuk sampel cairan, uapkan terlebih dahulu diatas penangas air sampai kering).
2.  Arangkan diatas nyala pembakar, lalu abukan dalam tanur listrikpada suhu maksimum 550°C sampai pengabuan sempurna (sekali-kali pintu tanur dibuka sedikit,agar oksigen bisa masuk)
3.  Dinginkan dalam eksikator,lalu timbang sampai bobot tetap
Perhitungan :

3.    Penentuan N total dengan metode semimikro kjeldahl
Prinsip :
Senyawa Nitrogen diubah menjadi ammonium sulfat oleh H2SO4 pekat Amonium sulfat yang terbentuk diuraikan dengan NaOH. Amoniak yang Dibebaskan diikat dengan asam borat kemudian dititer dengan larutan baku Asam.

Tujuan  :
Untuk mengetahui kadar protein yang terkandung dalam sampel .
Alat Bahan
Neraca Analitik,Spatula,Labu Kjeldahl,Digestor,Labu ukur 100 mL,Corong saring,Pipet tetes, Pipet volum 5 mL, Erlenmeyer,Alat Destilasi,Buret,Pipet ukur 25 mL, pipet ukur 10 mL. Selenium campuran,asam sulfat pekat, Brom kresol hijau,Metil merah,Indikator fenolftalein,NaOH 30 %,Asam Borat 2 %,HCl 0,01 N,Aquadest.
cara Kerja :
1.  Timbang  dengan seksama 0,51 gram sampel, masukkan kedalam labu kjeldahl 100 mL
2.  Tambahkan 2 gram campuran selenium dan 25 mL H2SO4 pekat
3.  Di dekstruksi hingga larutan menjadi jernih kehijauan ( ± 2 jam )
4.  Biarkan dingin, kemudian encerkan dan masukkan kedalam labu ukur 100 mL. tera sampai batas
5.  Pipet 5 mL larutan dan masukkan kedalam alat penyulingan, tambahkan 5 mL NaOH 30 % dan beberapa tetes indicator fenolftalein.
6.  Suling selama lebih kurang 10 menit, sebagai penampung gunakan 10 mL asam borat 2 % yang telah dicampur indicator campuran(BCG+MM(1:1)).
7.  Bilas ujung pendingin dengan aquadest
8.  Titer dengan HCl 0,1 N
9.  Kerjakan penetapan Blank
Reaksi :
Tahap destruksi
N sample  + H2SO4       katalis         CO+  SO2 + (NH4)2SO4  +  H2O
Tahap destilasi
(NH4)2SO4 + 2NaOH                          Na2SO4 + 2NH3 + 2H2O
6NH3 + 2H3BO3                     2(NH4)3BO3
Tahap titrasi :
(NH4)3BO3 + HCL                NH4Cl + H3BO3
Perhitungan :
4.                    Analisis Lemak dengan Metode Ekstraksi Langsung
Prinsip :
Ekstraksi lemak bebas dengan pelarut non polar
Tujuan  :
Untuk mengetahui kadar lemak yang terkandung dalam sampel .
Alat  Bahan
Kertas saring,Labu lemak, Alat soxlet, Pemanas listrik,Oven, Neraca analitk,Kapas bebas lemak,Kaca arloji, Krustang dan n-Heksana (C6H14)
Cara Kerja  :
1.  Timbang dengan seksama 1-2 gram sampel masukkan kedalam selongsong kertas yang dilapisi kapas
2.  Sumbat selongsong kertas berisi contoh tersebut dengan kapas
3.  Keringkan pada oven pada suhu 80°C selama kurang lebih 1 jam, kemudian masukkan kedalam alat soxlet yang dihubungkan dengan labu lemak yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya.(timbang labu sebelum dipakai)
4.  Ekstrak dengan heksana atau pelarut lemak lainnya selama lebih kurang 6 jam
5.  Suling heksana (1 ½ kali dari isi tabung soxlet) dan keringkan ekstrak lemak dalam oven pengering pada suhu 105 °C
6.  Dinginkan dalam desikator dan timbang
7.  Ulangi hingga tercapai berat konstan.
Perhitungan :

5.    Karbohidrat
Prinsip :
Hidrolisis Karbohidrat menjadi monosakarida yang dapat mereduksi Cu2+ menjadi Cu+ Kelebihan Cu2+ dapat dititer secara iodometri.
Tujuan  :
Untuk mengetahui kadar karbohidrat yang terkandung dalam sampel .
Alat  &Bahan :
Neraca analitik,Erlenmeyer 500 mL, 250 mL,Pendingin tegak,Labu ukur,Corong,Buret,Hot plate,Pipet gondok 10 mL, 25 mL,Gelas ukur ,Pipet tetes,Kertas saringHCl 3 %,NaOH 3,25 %,CH3COOH 3 %,KIO3,Kertas lakmus,Larutan KI 20%,Larutan H2SO4 25%,Larutan H2SO4 4N,Larutan tiosulfat 0,1 N,Indicator kanji / amilum 0,5 %,Table Luff Schrool.
Cara kerja :
Penentuan Karbohidrat
a.   Timbang teliti lebih kurang 5 gr sampel kedalam Erlenmeyer 500ml
b.  Tambahkan 200 ml larutan HCl 3% didihkan selama 3 jam dengan pendingin tegak.
c.   Dinginkan dan netralkan dengan larutan NaOH 25% (dengan kertas lakmus atau fenolftalein) dan tambahkan sedikit CH3COOH 3% agar suasana sedikit asam.
d.  Pindahkan isinya kedalam labu ukur 500 mL dan impitkan hingga tanda batas , kemudian saring.
e.   Pipet 10 mL saringan kedalam Erlenmeyer 500 mL, tambahkan 25 mL larutan Luff (dengan pipet) dan beberapa butir batu didih serta 15 mL air suling.
f.    Panaskan campuran tersebut dengan nyala yang tetap. Usahakan agar larutan dapat mendidih dalam waktu 3 menit (gunakan stop watch). Didihkan terus selama 10 menit dihitung dari saat mulai mendidih dan gunakan stop watch) kemudian dinginkan dalam bak yang berisi es.
g.  Setelah dingin tambahkan 15 mL larutan KI 20%, dan 25 mL H2SO425% perlahan-lahan.
h.  Titer secepatnya dengan larutan tio 0,1 N (gunakan larutan indicator amilum0,5%)
i.    Kerjakan juga Blanko.

Reaksi :
(C6H10O5)n  + nH2O              nC6H12O6
C6H12O+ 2CuO                                Cu2O  + C5H11O5 –COOH
Sisa CuO + 2KI +H2SO4                 CuI2 + K2SO+ H2O
CuI2                     Cu2I2 + I2
I2 + Na2S2O3                 2NaI + Na2S4O6


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sistem Pendidikan dan Problematika Pendidikan di Indonesia

Sistem Pendidikan dan Problematika Pendidikan di Indonesia         Indonesia merupakan negara yang mutu pendidikannya masih r...